Izin Penugasan pada Pertambangan Minerba, Model Baru dalam Proses Penyelidikan dan Penelitian WP


Bisnis tambang adalah bisnis yang berisiko tinggi, sehingga investor butuh akan payung hukum yang elastis dengan dinamika pasar global.

Hukum yang terlalu kaku mengikat hingga pernak pernik rincian teknis biasanya malah jadi bumerang bagi pemerintah, sebab investasi menjadi tidak menarik bagi para usahawan yang serius dibidangnya.

Situasi bisnis tambang dalam pasar nasional yang tidak bergerak selaras dengan pasar global malah jadi bancakan bagi para trader pemungut rente berkedok selaku investor.

Kemudian yang menjadi ironi adalah keberadaan para pencari keuntungan jangka pendek ini malah terfasilitasi oleh negara yang tidak memiliki perangkat hukum yang mampu mengeliminasi trader dari investasi pertambangan.

Untuk itu maka pemerintah telah mengubah UU 4/2009 tentang Pertambangan Minerba dengan UU 3/2020 dimana dalam perubahan kedua UU 4/2009 tersebut terdapat bentuk perizinan baru yang sebelumnya tidak kenal dalam perangkat hukum Pertambangan Minerba, yaitu: Izin Penugasan.

Sedangkan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang juga menjadi ketentuan perubahan ketiga bagi UU 4/2009 tidak mengutak-atik bagian lain dari UU 3/2020 kecuali hanya menambahkan Pasal 128A yang mengatur tentang penerimaan negara.

Lengkapnya, Pasal 39 UU 11/2020 mengatur bahwa: Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6525) diubah sebagai berikut: Di antara Pasal 128 dan 129 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 128A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batu bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (2), dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128.

Dengan demikian maka UU 11/2020 tidak mengubah ketentuan UU 3/2020 yang berkenaan dengan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dimana kewenangan tersebut ada pada Pemerintah Pusat yang dalam pelaksanaan dilakukan oleh Menteri ESDM.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam UU 3/2020 terkait dengan izin penugasan adalah sebagai berikut:

Pasal 1 (14a): Penyelidikan dan Penelitian adalah kegiatan untuk mengetahui kondisi geologi umum, data indikasi, potensi sumber daya dan/atau cadangan Mineral dan/atau Batubara.

Pasal 6 (1) huruf e: Pemerintah Pusat dalam pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara, berwenang: …. e. melakukan Penyelidikan dan Penelitian Pertambangan pada seluruh Wilayah Hukum Pertambangan;

Maka kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan ada pada Pemerintah Pusat.

Pasal 11: Menteri melakukan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan WP

WP (Wilayah Pertambangan) adalah wilayah yang memiliki potensi Mineral dan/atau Batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional (Pasal 1 (29)).

Dengan demikian hanya Menteri ESDM yang berwenang melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan, dan dalam setiap penyiapan WP maka Menteri ESDM harus melakukan penyelidikan dan penelitian terlebih dahulu.

Pasal 17B (1): Menteri dapat memberikan penugasan kepada lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara.

Pasal 17B (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penugasan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan dalam PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, hanya terdapat pengaturan yang dimaksud pada Pasal 6 (4): Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas: … f. izin penugasan;

Kenyataannya PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara tidak menjabarkan secara rinci tentang izin penugasan.

Konsekuensi darinya maka zin penugasan pada pelaksanaan akan sangat bergantung pada arah kebijakan Menteri ESDM.

Hal tersebut tampaknya memang sengaja dibentuk oleh Pemerintah, setidaknya berdasarkan dua pertimbangan.

Pertama, menciptakan kondisi yang luwes dalam investasi pertambangan minerba; sebab Menteri ESDM dapat mengeluarkan regulasi yang responsif terhadap situasi sesuai dengan dinamika pasar global tanpa harus melalui proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang panjang dan rentan 'transaksi'.

Kedua, kedaulatan negara dalam penguasaan sumber daya alam akan lebih dapat tegak karena Menteri ESDM semestinya akan mengoptimalkan fungsi BUMN Pertambangan terlebih dahulu ketimbang Badan Usaha PMA dalam kegiatan persiapan WP.

Dengan regulasi ini maka sudah selayaknya jika BRIN dan/atau BUMN Pertambangan bakal kebanjiran Izin Penugasan untuk Penyelidikan dan Penelitian.

Bahkan secara urutan prioritas, BUMD lebih diutamakan dari pada Badan Usaha, yang menunjukkan bahwa kedaulatan negara dalam menguasai sumber daya alam pertambangan minerba bisa diwujudkan dari sejak awal mula proses penyiapan WP.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terserang Penyakit Mematikan dari Asap Tungku, Memasak dengan Kayu Bakar Masih Terus Merenggut Jutaan Nyawa Manusia

Beda Biofuel dan Biodiesel Dalam Istilah Bioenergi Indonesia