Elektrifikasi dan Bahan Bakar Nabati (BBN): Pasangan Serasi Dekarbonisasi Transportasi

Gambar: pemeriksaanpajak.com


Kebijakan untuk melistriki atau menabatikan kendaraan ternyata ternyata tidaklah patut untuk saling dipertentangkan namun akan lebih tepat jika dikombinasikan.

Dalam Platts Future Energy Podcast, Senior Price Specialist untuk pasar gula dan etanol Brazil bagi S&P Global Platts, Nicolle Monteiro de Castro, menjelaskan bahwa Brazil sendiri sebagai produsen bioethanol terbesar dunia pun masih memerlukan kendaraan listrik jika hendak meninggalkan BBM fosil secara keseluruhan dalam industri transportasinya.

Adapun dari referensi yang berbeda diperoleh proporsi emisi karbon Brazil dari pemanfaatan energi berdasarkan pemanfaatan (2019) dapat dirincikan sebagai berikut: 1) Transportasi 47%, 2) Industri 27%, 3) Pembangkit Listrik 9%, 4) Bangunan 5%, 5) Pertanian 3%, dan sektor lainnya sebesar 9%.

Sedangkan angka 47% juga muncul sebagai proporsi etanol dalam pasar bahan bakar ringan (light fuel demand) di Brazil, hal ini diungkap oleh Nicolle Castro dalam Podcast tersebut (time 3:10).

Brazil memang fokus pada peningkatan penggunaan bioetanol dan biodiesel dalam moda transportasi dalam negerinya. Bukannya tidak melirik ke teknologi mobil listrik, tapi hingga tahun 2030 otorita Brazil yakin jika kendaraan listrik belum sesuai dengan situasi lokal mereka.

Prediksi S&P Gobal Platts, produksi etanol Brazil pada 2030 sebesar 39 juta liter, sehingga proporsi etanol dalam pasar bahan bakar ringan akan meningkat jadi 55%.

Namun Brazil tidak mampu menambah produksi etanol mereka hingga 100% bisa menggantikan BBM ringan. Sebab, menambah produksi etanol tidaklah segampang menambah produksi minyak mentah karena butuh rantai suplai yang lancar antara sektor pertanian di hulu hingga pengilangan di hilir. Ringkasnya, etanol sangat menjanjikan sebagai pengganti BBM namun ada permasalahn di sisi suplai yang tidak gampang untuk diatasi.

Munculnya permasalahan tersebut tentunya adalah akibat dari trade off antara kebutuhan pangan dan kebutuhan industri pengilangan akan hasil produksi pertanian yang menjadi bahan baku etanol. Dan yang paling utama adalah teknologi untuk membuat E100 yang masih mahal. Hal yang sama tentunya juga juga terjadi pada biodiesel yang menjadi bahan bakar kendaraan besar (truk, alat berat, dsb).

Pada akhirnya, pilihan yang tepat adalah mengkombinasikan antara kedua teknologi, yaitu BBN dan EV (Electric Vehicle). Daripada mengkompetisikan kedua jenis teknologi ini, lebih menguntungkan jika keduanya diterapkan secara bersamaan sesuai dengan keunggulan masing-masing.

Bila di wilayah perkotaan yang mudah dibangun infrastruktur baru untuk pengisian baterai EV maka kendaraan listrik sepatutnya lebih dikedepankan. Sebab, wilayah perkotaan memiliki kepadatan populasi kendaraan yang tinggi.

Sedangkan untuk wilayah-wilayah yang jauh dari perkotaan akan tetap menggunakan BBN karena penggunaan biofuel tidaklah membutuhkan infrastruktur baru, cukup dengan revitalisasi atau peningkatan kemampuan infrastruktur eksisting.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biofuel Alga: Menjanjikan Namun Bisa Bikin Shell dan Chevron Putus Asa

Momok dari Kebijakan Restrukturisasi Harga BBM: Antara Mitos dan Fakta

Terserang Penyakit Mematikan dari Asap Tungku, Memasak dengan Kayu Bakar Masih Terus Merenggut Jutaan Nyawa Manusia