Bagaimana Sekiranya Gurun Sahara Dipasangi Panel Surya Sebanyak-Banyaknya?
![]() |
Searah jarum jam dari kiri atas, PLTS: Bhadla, India; Desert Sublight, AS; Hainanzhou, Cina dan Ouarzazate, Maroko / theconversation.com. |
Berupaya memanfaatkan sebesar-besarnya potensi tenaga surya sebagai
sumber energi bersih ramah lingkungan terkesan jadi begitu ‘keren’ bagi
kebanyakan penggiat kampanye perubahan iklim.
Namun demikian, setiap perubahan fungsi lahan secara artifisial dipastikan
akan berdampak pula pada iklim disekitarnya.
Tak terkecuali jika sekiranya kita mengubah fungsi gurun sahara
dengan memasang panel surya sebanyak-banyaknya disana. Seperti yang penelitian para
ilmuan yang pernah dipublikasikan oleh Science pada tahun 2018
dan telah juga di kupas oleh Alona Armstrong,
seorang dosen senior di Lancaster University.
Dimana dikemukakan bahwa panel surya dan turbin angin imajiner tersebut
akan membuat lingkungan sekitarnya jadi lebih hangat dan curah hujannya pun
meningkat sehingga sebagian Sahara menjadi kembali hijau seperti keadaanya pada
4.500 tahun silam.
Panel surya menyerap radiasi sehingga energi matahari yang
dipantulkan kembali ke luar angkasa jumlahnya akan berkurang drastis. Hal
inilah yang menyebabkan permukaan tanah disekitarnya menghangat.
Akan tetapi efek pemanasan akibat panel surya tetap saja sangat kecil
bila dibandingkan dengan dampak emisi karbon energi fosil, yaitu hanya senilai satu
per tigapuluhnya saja.
Cetak biru pun telah disusun untuk proyek besar PLTS di Tunisia dan
Maroko yang akan memasok listrik untuk jutaan rumah tangga di Eropa. Karena
Sahara diperkirakan mampu memenuhi empat kali lipat permintaan energi dunia
saat ini.
Oleh karenanya, The Convertation baru-baru ini kembali mengangkat topik ini dengan fokus
bahasan pada potensi ‘efek negatif’ dari mega proyek Tunisia dan Maroko
tersebut pada perubahan iklim.
Umumnya panel surya memiliki warna yang jauh lebih gelap daripada
permukaan tanah. Sehingga mampu menyerap sebagian besar energi panas matahari
padahal hanya sekitar 15% dari energi yang masuk yang mampu diubah menjadi energi
listrik.
Akibatnya, sisa energi panas tersebut terjebak disekitarnya dan tidak
dapat lagi kembali ke luar angkasa. Energi panas tambahan inilah yang akan
berpengaruh pada iklim sekitar Sahara.
Jika efek ini hanya bersifat lokal, mungkin tidak masalah karena terjadi
di gurun yang tandus dan tak berpenghuni. Tapi skala instalasi yang ditargetkan
untuk mengurangi permintaan energi fosil dunia akan mencakup ribuan kilometer
persegi. Panas yang terjebak di udara dari area seluas ini memiliki dampak iklim
secara regional dan bahkan pun secara global.
Sumber panas baru yang sangat besar di Sahara ini mampu mengatur
ulang sirkulasi udara dan gelombang laut, dan tentu saja akan mempengaruhi pola
curah hujan di seluruh dunia.
Dalam model simulasi teranyar ditemukan bahwa wilayah Amazon nantinya
akan menderita kekeringan karena berkurangnya kelembaban disana akibat curah hujan
di Sahara meningkat dua kali lipat. Badai tropis pun diperkirakan akan lebih
sering terjadi di sisi timur Asia dan utara Amerika.
Ternyata mengubah Sahara menjadi ladang panel surya raksasa bukanlah
sesuatu yang cukup bijak jika hendak mengatasi isu perubahan iklim.
Komentar
Posting Komentar