PLTS Terapung di Waduk PLTA, Hasil Studi Terbaru NREL

Gambar: NREL via NewAtlas

Para ilmuwan dari Laboratorium Energi Terbarukan Nasional, Departemen Energi AS, sedang mengembangkan cara pemasangan panel surya terapung di atas permukaan air. Apabila sukses tentunya metode ini dapat diterapkan pada ratusan ribu waduk PLTA yang sudah dibangun di seluruh dunia. Membuka cakrawala baru bagi pemanfaatan potensi tenaga surya dalam transisi energi global.

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) mengandalkan perbedaan ketinggian permukaan air sebagai sumber energi kinetik dan energi potensial yang dapat diubah menjadi energi listrik. Seperti yang pernah dibahas dalam tulisan mengenai Virtual Power Plant, PLTA merupakan jenis pembangkit base load karena operasional bebannya tidak mungkin diubah-ubah semaunya setiap saat.

Data tahun 2015 menunjukkan bahwa PLTA menguasai 70% bauran energi terbarukan, yang bermakna bahwa infrastruktur waduk yang ditelah dibangun diseluruh dunia jumlahnya bisa mencapai angka ribuan. Luas areal yang ditempati oleh satu bendungan saja hitungannya hingga puluhan hektar. Apabila bisa dimanfaatkan sebagai ladang PLTS tentu menarik karena penghematan lahan untuk infrakstruktur energi bisa direalisasikan dengan mudah.

PLTS sendiri merupakan jenis pembangkit peaker, karena mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan daya dalam waktu singkat. Cadangan energi listrik di dalam baterai sifatnya sama dengan listrik dari PLTG Terapung milik Karpowership asal Turki yang sudah mengoperasikan kapal PLTG-nya di Amurang, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.

Beruntung kita bisa menemukan ulasan New Atlas tentang hasil studi yang dipublikasikan di jurnal Renewable Enegy. Ternyata para ilmuwan National Renewable Energy Laboratory (NREL) telah melakukan analisis potensi energi listrik dari gabungan waduk PLTA dengan PLTS terapung, dalam hitungan mereka pembangkit listrik hibrida jenis ini secara efektif dapat memenuhi sebagian dari kebutuhan listrik dunia saat ini.

Tim penelitian tersebut seluruh personilnya berasal dari NREL yang juga berasosiasi dengan Advanced Energy Systems Program. Mereka telah mengamati waduk PLTA yang sudah dibangun di seluruh dunia dan melirik potensinya untuk menjadi tempat instalasi panel surya terapung seperti halnya keramba ikan. Uniknya, sistem ini juga memungkinkan bagi PLTS untuk digunakan pada siang hari (base load), sementara listrik dari PLTA baru dipakai selama periode permintaan beban puncak pada malam hari.

Proyek percontohan sistem hibrida semacan ini sudah dilakukan pada bendungan Alto Rabagão di Portugal. Sebanyak 840 panel surya dengan total luasan 2.500 meter persegi sudah terpasang, mampu menghasil energi listrik sebesar 300 MWh. PLN setempat berencana untuk memperluas proyek percontohan ini dengan 11.000 panel terapung di PLTA Alqueva, salah satu PLTA terbesar di Portugal.

Tim tersebut juga memperkirakan bahwa saat ini ada sekitar 380.000 waduk PLTA di seluruh dunia yang dapat dipasang PLTS terapung semacam ini. Secara total dapat menghasilkan listrik hingga 7,6 TW per tahun atau 10.600 TWh per tahun. Angka yang fenomenal karena permintaan listrik total untuk seluruh dunia hanya sekitar dari 22.300 TWh pada 2018.

Tapi fenomena pemanasan global akibat dari perubahan iklim akibat penggunaan energi fosil secara berlebihan punya dampak serius bagi ketersediaan air dalam bendungan. Dampak perubahan iklim terhadap pertanian sudah dirasakan nyata oleh sebagian penduduk dunia, khususnya di wilayah selatan benua Afrika. Bencana kekeringan secara multidimensi telah merusak sumber daya pertanian, infrastruktur, dan sistem produksi pertanian mereka.

Sebelum menggunakannya sebagai sumber energi listrik, peradaban manusia telah memanfaatkan air sebagai sumber energi gerak selama ribuan tahun. Tapi bendungan PLTA di selatan dan timur benua Afrika kini dihadapkan pada perubahan sistem ekologi yang semakin menyurutkan permukaan airnya

Akankah sistem hibrida ini bisa dimanfaatkan secara optimal pada tempat seperti itu? Tentunya hal tersebut hanya bisa dijawab dengan melakukan proyek percontohan serupa di selatan dan timur benua Afrika yang dimaksud.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biofuel Alga: Menjanjikan Namun Bisa Bikin Shell dan Chevron Putus Asa

Momok dari Kebijakan Restrukturisasi Harga BBM: Antara Mitos dan Fakta

Terserang Penyakit Mematikan dari Asap Tungku, Memasak dengan Kayu Bakar Masih Terus Merenggut Jutaan Nyawa Manusia