Kiprah INKA di Afrika, Garap Proyek PLTS 175 juta USD Sambil Menunggu Kepastian Kontrak di Proyek Rel Kereta Api

 


Dengan mendapatkan kontrak pembangunan PLTS 200 MWp di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, BUMN PT INKA telah sukses menembus pasar EBT Afrika.

Tak tanggung-tanggung, TSG Global Holdings selalu investor proyek tersebut memberikan pekerjaan senilai 175 juta USD atau setara Rp2,59 triliun pada perusahan manufaktur kereta api terintegrasi pertama di Asia Tenggara tersebut.

Sebelumnya, TSG Global Holdings bersama Sunplus S.A.R.L  sebagai afiliasinya di Kongo telah menjalankan berbagai tahapan negosiasi investasi supaya proyek ini terlaksana.

Telah disepakati bahwa Sunplus S.A.R.L. memberikan kewenangan sepenuhnya pekerjaan Rekayasa, Pengadaan dan Konstruksi (EPC) pada TSG selaku pemegang konsesi investasi PLTS ini.

Meskipun di tengah pandemi Covid-19, pelaksanaan proyek PLTS ini tetap berlanjut. Karena seperti yang pernah juga diungkapkan oleh Meteri ESDM, kesuksesan proyek EBT adalah bagian dari strategi untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi.

Rencana pembangunan PLTS di area Kinshasa menargetkan kapasitas total 1.000 MWp. Sedangkan yang di bangun di atas lahan seluas 300 ha ini merupakan 20% dari total kapasitas dan hanya tahap awal dari pembangunan PLTS Kinshasa.

Tidak seperti PLTS Terapung di Waduk PLTA Cirata, PLTS Kinshasa dibangun dengan sistem ground-mounted atau di atas tanah. Nantinya pembangkit ini akan ikut menyuplai beban di jaringan listrik yang sama bersama pembangkit lainnya (on-grid).

Sebenarnya INKA sudah lebih dulu fokus pada industri perkeretaapian Afrika dengan terlibat pada lelang beberapa mega proyek kereta api di negara-negara sub-sahara. Salah satunya adalah proyek 1.023 Km upgrading jalur KA dari ibu kota Mali (Bamako) ke ibu kota Senegal (Dakar).

Realisasi proyek itu sangat dinantikan oleh kedua negara. Sebab, sejak jalur kereta di sana tak beroperasi, biaya logistik antar kedua negara jadi sangat mahal. Ekspedisi hanya bisa dilakukan lewat jalur darat menggunakan truk yang memakan waktu sampai 2 minggu lamanya.

Proyek jalur kereta api lain yang juga digarap oleh INKA adalah jalur Angola ke Kongo. Setelah mendapatkan pinjaman China sejak tahun 2012, Angola berharap supaya jalur KA di Provinsi Kasai, Kongo, bisa terhubung kesana. Proyek ini termasuk unik, karena kecepatan lokomotifnya direncanakan cuma 30 km per jam. Sehingga Dirut INKA Budi Noviantoro, seperti yang dikutip dari Detik, mengaku juga bingung dengan spesifikasi tersebut.

Selain proyek itu, INKA mencoba memasok 30 unit lokomotif ke Zambia. Apabila pendanaan dari Swedia terealisasi, maka INKA berharap agar proyek senilai 90 juta USD tersebut dapat menjadi proyek jangka panjang mereka di Afrika.

Menjadi jangka panjang karena keterlibatan INKA bukan sebatas penjualan saja, tapi juga pada layanan purna jual dan perawatan selama pengoperasian. Zambia akan menambah daftar negara pengguna produk INKA setelah Bangladesh, Filipina, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Australia.

Publik dalam negeri barang kali begitu sentimentil bila disebut tentang industri mobil nasional (mobnas). Seakan tanpa kehadiran mobnas maka prestise negara belum paripurna. Padahal Indonesia punya INKA, yang sudah merambah keseluruh dunia.

Secara keseluruhan, proyek KA Afrika yang digarap INKA sepaket dengan pelatihan operasional dan perawatan. Dan hebatnya, INKA juga terlibat dalam proyek PLTS 175 juta USD di Kongo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biofuel Alga: Menjanjikan Namun Bisa Bikin Shell dan Chevron Putus Asa

Momok dari Kebijakan Restrukturisasi Harga BBM: Antara Mitos dan Fakta

Terserang Penyakit Mematikan dari Asap Tungku, Memasak dengan Kayu Bakar Masih Terus Merenggut Jutaan Nyawa Manusia