Urgensi EBT dalam 4 Pilihan Prioritas Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi Yang Berkeadilan Sosial
![]() |
Gambar: pikist.com |
Energi Baru Terbarukan (EBT) memainkan peran penting dalam revitalisasi
ekonomi pasca pandemi yang berkeadilan sosial dan berkelanjutan.
Bencana virus corona terbukti telah memperburuk ketimpangan sosial
dan ekonomi terutama pada masyarakat kelas menengah kebawah. Selama dua tahun
ke depan, jumlah orang yang menderita kelaparan akut di seluruh dunia berpotensi
berlipat ganda menjadi 265 juta.
Namun dengan intensifnya pengembangan proyek energi terbarukan,
lapangan kerja baru pun semakin meningkat selaras dengan peningkatan produksi energi
yang lebih bersih. Bahkan proyek penghijauan kembali untuk menjaga ketersediaan
air waduk PLTA bukan saja memberi dampak baik pada iklim, tapi juga menciptakan
masa depan yang berkeadilan sosial dan berkelanjutan.
Peneliti dari World Resources Institute, David Waskow dan
Mathilde Bouyé,
telah menjabarkan tentang 4 pilihan prioritas
bagi para pemangku kebijakan agar pemulihan resesi ekonomi pasca pandemi menjadi
lebih mudah. Tulisan mereka juga telah dipublikasikan oleh World Economic Forum.
Walaupun para pengusaha menjadi lebih sadar akan dampak perubahan iklim selama kebijakan lockdown diterapkan, COVID-19
telah menunjukkan pada dunia bagaimana ketimpangan ekonomi bisa menciptakan
kerentanan sosial semasa penanganan pandemi.
WHO pun akhirnya tidak lagi menyarankan kebijakan lockdown
setelah melihat kenyataan bahwa komunitas yang paling lemah ekonominya semakin
buruk kondisinya selama lockdown diterapkan. Namun mereka jugalah yang paling rentan
terpapar virus korona karena tanpa tabungan yang mencukupi maka mau tidak mau
mereka tetap harus sering keluar rumah untuk terus bekerja.
Komunitas masyarakat ekonomi lemah ternyata juga rentan
terhadap dampak perubahan iklim. Mereka adalah para buruh berpenghasilan rendah
yang kurang beruntung; terdiri dari kaum perempuan, golongan minoritas dan
kelompok etnis yang terpinggirkan, serta buruh lansia dan pekerja informal.
Setelah menginfeksi jutaan orang, krisis COVID-19 juga memperburuk
pasar tenaga kerja. Lebih dari setengah angkatan kerja global kini berada dalam risiko kehilangan
mata pencaharian.
Saat negara-negara dunia meluncurkan program pemulihan ekonomi
pasca pandemi, maka visi pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial dapat
mudah terwujud dengan optimalisasi pemanfaatan EBT.
Berikut adalah empat pilihan prioritas dalam pemulihan ekonomi yang sekaligus juga menjadi solusi bagi krisis perubahan iklim.
Jaminan Perlindungan Sosial
Setidaknya separuh negara di dunia telah menerapkan kebijakan perlindungan sosial untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok sehari-hari serta akses perawatan kesehatan sebagai bagian dari penanganan krisis COVID-19. Langkah ini sangatlah penting bagi para pekerja informal yang kehilangan lebih dari 60% upah mereka pada sejak periode pertama penerapan lockdown. Serangkaian program perlindungan sosial, seperti bantuan langsung tunai, asuransi, dan skema jaminan perlindungan tenaga kerja dapat membuat kelompok rentan tersebut menjadi lebih tahan terhadap dampak krisis pandemi. Termasuk pula dampak perubahan iklim terhadap ekonomi yang terutama sekali sudah mulai dirasakan oleh para petani kecil.
Jaminan Pekerjaan Yang Layak dan Berkelanjutan
Pada kuartal kedua tahun 2020, dunia kehilangan sekitar 400
juta pekerjaan penuh waktu. Geliat investasi pada infrastruktur energi bersih
dan berkelanjutan, serta program restorasi ekosistem sangat penting untuk
mengembalikan pekerjaan secara cepat dan bertahap setelah krisis pandemi mereda.
Badan Energi Internasional telah mengusulkan Rencana Pemulihan Berkelanjutan
untuk sektor energi yang akan menyelamatkan 9 juta pekerja selama tiga tahun ke
depan.
Selain itu, insentif pengembangan energi terbarukan juga
membantu memberikan akses energi dan layanan vital kepada masyarakat miskin,
terutama di pedesaan, seperti layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi.
Rencana pemulihan ekonomi juga harus memuat strategi transisi yang berkeadilan bagi pekerja dan pengusaha yang bergantung pada sektor energi fosil. Inisiatif diversifikasi ekonomi harus diintegrasikan ke dalam rencana pemulihan ekonomi agar sumber daya pada sektor yang perlu dikurangi dapat ditranfer ke sektor baru yang hendak dikembangkan.
Jaminan Ketahanan Pangan dan mata pencaharian layak di pedesaan
Krisis COVID-19 telah memperburuk kerawanan pangan secara
global, membuat banyak petani kecil menjadi tertekan dan mengungkap kelemahan
sistem pangan yang ada di banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Terbatasnya
impor pasokan makanan pokok dan kurangnya pekerja di pedesaan telah menyebabkan
kekurangan pangan. Di beberapa negara Afrika dan Asia, petani bahkan tidak bisa
memasarkan produknya selama lockdown diterapkan.
Tantangan pandemi terhadap sistem produksi dan rantai pasok
ini perlu ditangani segera karena dampak cuaca ekstrem dan perubahan iklim dipastikan
akan lebih parah dari yang sekarang telah terjadi. Investasi pada sistem pertanian
yang berkelanjutan menjadi sangat penting apabila hendak membangun sistem
rantai pasok bahan pangan di tingkat lokal, nasional dan regional yang tangguh.
Memulihkan 160 juta hektar lahan pertanian yang telah rusak akibat perubahan iklim dapat meningkatkan pendapatan petani kecil di negara berkembang hingga 35-40 miliar USD per tahun sambil juga menyediakan persediaan bahan makanan tambahan bagi 200 juta orang. Restorasi hutan juga dapat membantu mengurangi dampak emisi karbon sekaligus memulihkan mata pencaharian dan pekerjaan yang layak di pedesaan, termasuk di negara-negara berpenghasilan tinggi.
Jaminan Transportasi yang Berkelanjutan, Terjangkau, dan mudah diakses
Saat pemulihan ekonomi mulai bergerak sepatutnya sektor transportasi
publik juga ikut dipulihkan dengan memanfaatkan EBT. Mengurasi emisi kendaraan
bermotor bukan hanya berdampak positif bagi kesehatan saja tapi juga mampu
mengatasi masalah ketimpangan dengan menciptakan sektor ekonomi baru yang padat
karya.
Rencana pemulihan ekonomi pasca pandemi membuka peluang besar bagi
investasi transportasi massal seperti bus listrik, berikut juga biofuel dan
infrastruktur yang lebih layak untuk pesepeda dan pejalan kaki. Banyak kota di
dunia yang telah memperluas jalur pesepeda selama krisis virus corona untuk
memastikan physical distancing; dan upaya ini dapat dilanjutkan serta ditiru
oleh kota-kota lainnya.
Peningkatan penggunaan komunikasi virtual dan teleworking
secara signifikan dapat menjadi bagian dari strategi yang lebih luas untuk
mengurangi emisi karbon, terutama dengan mengurangi permintaan untuk
transportasi berbasis karbon. Namun, pandemi juga telah mengekspos kesenjangan
digital antar kelompok ekonomi dan geografi sebagai garis ketimpangan baru. Paling
mencolok terlihat pada kelompok masyarakat berpendidikan rendah dan keluarga miskin di pedesaan.
Pemerataan layanan broadband dan akses internet bagi segala
lapisan harus menjadi bagian dari strategi pemulihan ekonomi. Hal ini dapat
membantu mengurangi emisi karbon, menciptakan lapangan kerja, dan memperkecil
ketimpangan ekonomi dan sosial.
Saat dunia keluar dari krisis COVID-19 maka revitalisasi
ekonomi nasional wajib dibangun di atas visi keadilan sosial dan berkelanjutan.
Komentar
Posting Komentar