Beda Biofuel dan Biodiesel Dalam Istilah Bioenergi Indonesia

Gambar: openPR.com

Indonesia selaku negara besar dalam daftar penghasil produk-produk pertanian dan perkebunan tentu saja tak ingin ketinggalan dalam pengembangan teknologi bioenergi sebagai pengganti energi fosil. Terhitung sejak tanggal 1 September 2018, Kementerian ESDM secara masif menjalankan kebijakan mandatori B20 semua sektor.

Sudah pernah disebutkan pada tulisan sebelumnya bahwa Rudolf Diesel punya impian supaya mesin buatannya bisa dinyalakan hanya dengan memanfaatkan minyak sayur. Dan dia sudah membuktikannya ketika pameran World Fair tahun 1910 digelar. 

Sekiranya penemuan tersebut betul-betul dikembangkan pastilah para petani zaman sekarang dalam kesehariannya sedang menanam tanaman penghasil bahan bakar kendaraan bermotor. 

Seperti melanjutkan kembali cita-cita sang inovator, ternyata ExxonMobil baru saja mengumumkan keberhasilan uji coba komersial dari produk Marine Bio Fuel Oil buatan mereka. 

Namun yang menjadi perhatian dalam tulisan kali ini adalah berbagai istilah bioenergi itu sendiri. Misalnya istilah B20 dalam kebijakan mandatori biodiesel tersebut.

Berikut adalah beberapa istilah bioenergi yang berlaku secara resmi di Indonesia sebagaimana dijelaskan oleh Kementerian ESDM.

Bioenergi merupakan energi terbarukan yang berasal dari bahan baku organik baik yang bersifat nabati maupun hewani.

Bahan Bakar Nabati (BBN) adalah istilah resmi untuk Biofuel. Merupakan bagian bioenergi yang dihasilkan melalui proses/teknologi tertentu.

B100 adalah penyebutan untuk Biodiesel yang menggunakan bahan baku minyak sawit mentah (Crude Palm Oil), minyak nyamplung, minyak jarak, minyak kelapa, Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), dan minyak ikan.

B20 adalah program pemerintah yang mewajibkan pencampuran 20% biodiesel dengan 80% bahan bakar minyak jenis solar. Sudah diberlakukan sejak Januari 2016 sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM nomor 31 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

Selain Biodiesel, pengaturan BBN jenis bioetanol dan minyak nabati murni juga sudah dilakukan oleh Pemerintah.

Cara pemakaiannya sama, yaitu dengan mencampurkannya dalam BBM konvensional pada batasan kandungan tertentu.

B100 dicampurkan dengan solar, jika ditulis sebagai B30 maka perbandingan kandungan B100 dan minyak solar adalah 30 : 70.

Sedangkan bioetanol disebut sebagai E100, penggunaannya adalah dengan mencampurkan E100 kedalam minyak bensin. Sama seperti biodiesel, bila disebut sebagai E5 maka perbandingan kandungan E100 dan minyak bensin adalah 5 : 95.

Lalu pemerintah juga berkeinginan untuk dapat mengembangkan BBN jenis biohidrokarbon yang karakteristiknya sama dengan senyawa hidrokarbon dari bahan bakar fosil. Karenanya BBN biohidrokarbon dipastikan dapat langsung digunakan (drop-in) sebagai substitusi BBM fosil tanpa perlu penyesuaian mesin kendaraan.

Biohidrokarbon terbagi pada tiga jenis, yaitu: Green Gasoline (G100), Green Diesel (D100), dan Green Avtur (J100). Semua jenis BBN biohidrokarbon tersebut terbuat dari minyak kelapa sawit 

Dan bila disebut sebagai E20G20 maka bermakna bahwa bahan bakar tersebut terbuat dari Bioetanol 20%, Green Gasoline 20%, dan sisanya minyak bensin konvensional.

Saat ini kilang milik Pertamina dikabarkan sudah mampu memproduksi D100 dengan kapasitas sebanyak seribu barel per hari, bukti nyata bahwa Indonesia benar-benar tak ingin ketinggalan dalam pengembangan teknologi bioenergi sebagai pengganti energi fosil.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biofuel Alga: Menjanjikan Namun Bisa Bikin Shell dan Chevron Putus Asa

Momok dari Kebijakan Restrukturisasi Harga BBM: Antara Mitos dan Fakta

Terserang Penyakit Mematikan dari Asap Tungku, Memasak dengan Kayu Bakar Masih Terus Merenggut Jutaan Nyawa Manusia