Sadar Lingkungan, Pandemi Virus Corona Mengubah Mindset Pengusaha
Oil and gas dan batubara adalah primadona bisnis energi, untung besar, cepat balik modal, punya segudang multiplier effect, dsb; demikian kira-kira mindset pengusaha sebelum pandemi virus corona menerpa dunia. Tapi menurut survei yang dilakukan oleh Haven Power itu semua adalah cerita masa lalu karena:
- 75% pengusaha merasa Covid-19 telah membuat mereka mulai memikirkan tentang cara yang berbeda agar mereka tetap dapat menjalankan bisnis;
- 70% pengusaha mengaku bahwa lockdown berhasil membuat mereka menjadi lebih sadar lingkungan; dan
- 47% pengusaha percaya bahwa struktur bisnis mereka harus segera beradaptasi untuk siap menghadapi era new normal.
Hal tersebut selaras dengan pernyataan seorang analis dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Kathy Hipple, kepada CNBC. Dia mengatakan bahwa pandemi virus korona telah mengungkap kelemahan keuangan perusahaan yang bergantung pada industri minyak dan gas.
Dampak ekonomi yang menghancurkan dari wabah virus korona telah memaksa perusahaan-perusahan migas raksasa untuk memangkas nilai saham, menambah utang, dan menjual atau setidaknya menurunkan nilai aset mereka. Karena kebanyakan analis energi yakin jika harga harga minyak dan gas dunia berkemungkinan akan terus berada pada level terendah hingga tahun 2050.
Gagasan hilirisasi migas dengan membangun industri petrokimia pun ternyata hanya terlihat bagus dalam tataran konsep teknis tapi tidak dalam kenyataanya.
Petrokimia adalah turunan dari produk minyak dan gas yang digunakan untuk membuat benda-benda kebutuhan pertanian dan rumah tangga seperti plastik, pestisida, dan pupuk. Sektor ini dipercayai sebagai pendorong utama pertumbuhan permintaan minyak dalam beberapa dekade mendatang, mengimbangi penurunan permintaan bahan bakar motor.
Namun kenyataannya pasar petrokimia sudah mengalami tekanan kelebihan pasokan jauh-jauh hari sebelum krisis akibat pandemi. Salah satu bukti adalah terbengkalainya ribuan ton amonium nitrat di gudang pelabuhan Beirut yang berakhir dengan tragedi ledakan.
Kebijakan industri substitusi impor yang diterapkan di berbagai negara dunia mendorong pembangunan pabrik petrokimia yang berlebihan secara global. Industri minyak dan gas yang sudah tertekan telah dirusak oleh guncangan permintaan yang tak terbayangkan sebelumnya.
Maka tak heran bila kemudian BP, perusahaan migas raksasa asal Inggris akan beralih ke energi terbarukan. Keputusan yang mengejutkan setelah mereka melaporkan total kerugian 16,8 miliar untuk kuartal kedua karena terus bergelut dengan ketidakpastian pasar industri minyak akibat pandemi virus korona.
Era migas suatu saat nanti memang pasti akan beralih ke era energi terbarukan, tanpa perlu menunggu dunia kehabisan cadangan hidrokarbonnya. Karena zaman batu tidak berakhir sebab nenek moyang kita kehabisan bebatuan, tapi karena mereka berhasil menemukan tembaga yang lebih berdaya guna.
Komentar
Posting Komentar