Kenyataan Pahit Renewable Energy: Rupanya Internet pun Merusak Lingkungan


Dalam tulisan sebelumnya sudah pernah dikemukaan bahwa energi terbarukan yang diharapkan menjadi andalan dunia dalam mengurangi emisi karbon semestinya energi surya dan energi angin.

Namun keduanya berhadapan dengan kenyataan pahit yaitu: tenaga surya dan angin sulit menyesuaikan diri dengan kebutuhan ekonomi dimana energi itu akan dipasarkan.

Energi surya dan angin adalah jenis energi yang tidak konsisten, dan hanya diperoleh pada waktu dan tempat tertentu. Sedangkan ekonomi dunia bergerak tanpa henti 24 jam sepanjang 7 hari dalam satu pekannya.

Disisi lain rupanya Internet yang menjadi simbol Revolusi Digital pun menjadi “musuh” bagi Kelestarian Lingkungan, karena ikut menyumbang emisi karbon setidaknya sebesar 1.9 GigaTon atau setara 3.2 percent dari total global emisi karbon dunia.

Mengapa demikian?

Jawabannya ada pada kebutuhan Energi Listrik.

Energi listrik adalah "biang keroknya" Revolusi Digital, tanpa Listrik yang stabil dan andal maka tak mungkin terjadi apa yang kita saksikan saat ini dalam dunia Teknologi Informasi.

Dunia memasuki era baru dimana jurang informasi tak lagi terbentur oleh jarak dan waktu, membuat perekonomian global semakin saling menopang satu sama lain, memperluas pangsa pasar segala jenis produk mulai yang berwujud fisik seperti hasil pertanian hingga yang abstrak seperti bakat atau keahlian.

Merujuk pada rilis Kementerian Energi Amerika Serikat, Gedung yang dijadikan Pusat Data akan mengkonsumsi energi listrik hingga 50x lipat dibandingkan bila gedung yang sama difungsikan sebagai tempat aktifitas perkantoran komersil biasa.

Menjadikan Renewable Energy sebagai satu-satunya pemasok energi listrik bagi Pusat Data terbukti masih mustahil dilakukan hingga saat ini.

Sebagaimana yang diakui juga oleh Google Data Centers, walaupun mereka telah berupaya memanfaatkan 100% energi hijau bebas karbon dari tenaga angin dan surya, tetap saja terkadang masih tergantung dengan energi dari pembangkit berbahan bakar fosil ketika angin tidak bertiup atau ketika langit terlalu mendung.

Lantas mengapa layanan Internet harus tersedia selama 24 jam setiap harinya?

Jawabannya adalah pada globalisasi pasar internasional, setiap pembeli partai besar ingin mengetahui tentang keadaan para penjual, menyimak dinamika pasar, memprediksi masa depan dengan data real time setiap jam setiap hari. Demikian pula sebaliknya.

Klik disini untuk melihat sumber gambar diatas

Globalisasi pasar ini pada akhirnya akan mempersempit jurang selisih harga antara penjual dan pembeli karena persaingan pasar mendekati sempurna, manfaat yang tentu saja akan dirasakan juga oleh setiap pembeli partai kecil hingga konsumen akhir.

Sepanjang dunia terus kecanduan dengan layanan Internet 24 jam per hari maka sepanjang itu pula dunia tidak akan mampu melepaskan diri dari ketergantungannya dengan energi fosil. Tulisan Tsvetana Paraskova yang dipublikasikan di oilprice.com telah menjelaskan mengenai hal ini secara terperinci.

Demikian, semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biofuel Alga: Menjanjikan Namun Bisa Bikin Shell dan Chevron Putus Asa

Momok dari Kebijakan Restrukturisasi Harga BBM: Antara Mitos dan Fakta

Terserang Penyakit Mematikan dari Asap Tungku, Memasak dengan Kayu Bakar Masih Terus Merenggut Jutaan Nyawa Manusia