Kenyataan Pahit Energi Terbarukan (Renewable Energy) Yang Jarang Terungkap


Energi adalah ukuran dari kesanggupan untuk melakukan suatu usaha.

Sedangkan bila disebut energi terbarukan maka yang dimaksud adalah energi yang bersumber dari "proses alamiah yang berkelanjutan", seperti: energi matahari, tenaga angin, arus air, biomassa, dan panas bumi.

Untuk membandingkan potensi ketersediaan energi dari sumber yang berbeda, satuan ‎seperti: kalori‎‎, ‎BTU‎, ‎MW, atau Barrel Oil Equivalent adalah biasanya digunakan sebagai unit energi secara universal.

Contohnya ketika membandingkan potensi energi terbarukan di Indonesia, data Kementerian Energidan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2016 menunjukkan potensi energi surya di Indonesia diperkirakan 207.898 Megawatt (MW), paling besar jika dibandingkan dengan energi terbarukan lainnya, antara lain air 75.091 MW, angin 60.647MW dan panas bumi 29.544 MW.

Disisi lain, total kapasitas terpasang pembangkit di Indonesia (posisi September 2019) sebesar 58.519 MW, atau hanya sekitar 28% potensi energi surya Indonesia. Tapi dalam kenyataannya, energi terbarukan yang paling dominan dimanfaatkan diIndonesia adalah energi arus air (dengan PLTA atau PLTM/H) dan panas bumi (dengan PLTP).

Apa kira-kira penyebabnya?

Sebenarnya ada kenyataan pahit yang terpaut erat dengan energi terbarukan yang jarang terungkap, yaitu sumber energi yang berasal dari tenaga surya dan angin sulit menyesuaikan diri dengan kebutuhan ekonomi dimana energi itu akan dipasarkan.

Energi surya dan angin adalah jenis energi yang tidak konsisten diperoleh, dan hanya diperoleh pada waktu dan tempat tertentu.

Sedangkan energi hanya akan bernilai ekonomi apabila mampu memenuhi kebutuhan konsumsi energi bagi berbagai peralatan modern yang telah terpasang di rumah-rumah maupun pabrik-pabrik secara konsisten. Oleh karenanya, energi yang bernilai ekonomi adalah energi yang dapat dikirim dari satu tempat ketempat lain serta juga dapat disimpan sementara agar kemudian dapat digunakan pada suatu waktu tertentu ketika kegiatan yang bernilai ekonomi berlangsung.

Kalau kata Gail Tverberg (seorang penulis dan pemerhati energi), berharap banyak pada energi surya dan angin bagaikan mengharapkan rumput suatu ketika kelak akan menjadi sumber pangan utama bagi manusia.

Sama seperti energi surya dan angin, rumput adalah potensi sumber pagan ramah lingkungan bagi manusia yang tak terkira jumlahnya serta begitu mudah untuk didapatkan. Walaupun hingga saat ini belum ada manusia yang terbiasa memakan rumput dalam kesehariannya.

Padahal bila ditinjau dari aspek lingkungan, pertanian rumput kelak akan menjadi industri pertanian yang sangat ramah lingkungan, dimana herbisida tidak lagi digunakan dan sumber air bagi tanaman cukup hanya mengandalkan tadah hujan semata.

Namun demikian, membiasakan diri makan rumput akan membuat sistem pencernaan manusia sebagai makhluk omnivora harus diubah hingga beradaptasi menjadi makhluk herbivora.

Untuk menjadi herbivora maka tidak sedikit penyesuaian yang dibutuhkan. Diantaranya adalah mengubah bentuk di gigi agar mirip seperti gigi sapi atau kambing. Kemudian juga memberbesar ukuran usus dan lambung, dan memperkecil ukuran otak. Semua itu dibutuhkan agar jenis energi pangan yang disuplai oleh rumput cocok untuk menjalankan fungsi faal tubuh kita sebagai manusia.

Sama halnya seperti cerita bayam dan nasi, walaupun keduanya dapat menyuplai energi bagi tubuh manusia tapi bayam tidak akan pernah dapat menggantikan nasi sebagai makanan pokok. Karena sistem tubuh manusia membutuhkan setidaknya 2000 s/d 2500 kalori per hari yang 50% berasal dari karbohidrat, sisanya dari lemak dan protein. Walaupun bayam juga mengandung karbohidrat, tapi alat pencernaan manusia tidak terbiasa menggunakan karbohidrat dari bayam dalam jumlah besar. Asupan bayam berlebih malah akan menyebabkan diare, batu ginjal, alergi, dan keracunan.

Demikian juga halnya dengan energi surya dan angin, karakteristik pasokan energi dari kedua jenis sumber ini adalah berselang-waktu atau dalam istilah lainnya disebut intermittent. Sedangkan kondisi pasar energi dunia saat ini bergantung pada pasokan energi dari sumber yang andal, yaitu sumber energi yang memberikan hasil yang sama sepanjang waktu siang dan malam.

Tentunya tidak sedikit yang harus diubah dalam proses pemanfaatan energi apabila hendak menyesuaikan diri dengan karakteristik pasokan energi surya dan angin. Ibarat mengubah sistem pencernaan manusia bila hendak menjadikan bayam sebagai pengganti nasi.

Perubahan yang paling dibutuhkan barangkali dimulai dari sistem input peralatan, dari semula menggunakan arus listrik bolak balik (AC) maka akan lebih efisien bila menggunakan arus listrik searah (DC). Berarti juga membutuhkan perubahan pada sistem transmisi dan membangun instalasi penyimpanan listrik layaknya baterai raksasa yang mampu menyediakan listrik di malam hari atau ketika angin tidak bertiup.

Pada akhirnya tampak bahwa ketika kita membicarakan energi terbarukan maka yang menjadi fokus utama pembahasan tidak semata potensi sumber dayanya saja, namun juga karakteristik pemanfaatan dari jenis energi yang hendak diberdayakan.

Akhirnya terungkaplah mengapa energi arus air dan panas bumi merupakan jenis energi terbarukan yang sangat dominan dimanfaatkan. Pada tahun 2019, kapasitas pembangkit energi terbarukan yang terpasang di Indonesia sebesar 736,6 MW, lebih dari 80%-nya berasal dari energi arus air dan panas bumi. Karena energi arus air dan panas bumi juga memiliki karakteristik yang andal, mampu memberikan hasil yang sama sepanjang waktu siang dan malam bila didukung dengan pengaturan yang baik. 

Semua jenis energi terbarukan lainnya, selama tidak mampu menjadi andal, maka tidak akan memiliki nilai keekonomian yang memungkinkannya untuk mendominasi pasar energi dunia saat ini.

Sumber energi seperti tenaga surya dan angin hanya akan sukses dalam melayani kebutuhan energi skala kecil, sehingga lebih cocok bila dimanfaat sebatas untuk listrik Penerangan Jalan Umum (PJU), instalasi PLTS roof top di perkantoran pemerintah atau listrik perumahan di desa sangat terpencil yang terisolasi.

Demikian, semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biofuel Alga: Menjanjikan Namun Bisa Bikin Shell dan Chevron Putus Asa

Momok dari Kebijakan Restrukturisasi Harga BBM: Antara Mitos dan Fakta

Terserang Penyakit Mematikan dari Asap Tungku, Memasak dengan Kayu Bakar Masih Terus Merenggut Jutaan Nyawa Manusia