Ironi Ketergantungan Pada Energy Surya dan Angin dalam skenario “German Energiewende”


Ini adalah tulisan ketiga yang berkenaan dengan kenyataan pahit dalam pengembangan Renewable Energy.

Pembahasan kali ini berangkat dari ulasan JonathanTennebaum tentang pengalaman Jerman selaku negara pertama di dunia yang sangat radikal menggenjot pembangunan instalasi pemanfaatan energi terbarukan.

Kebijakan transisi energi di Jerman, yang terkenal dengan”German Energiewende” membuat negara besar di benua eropa ini berhasil meningkatkan proporsi sumbangsih energi surya dan angin mencapai angka 35% terhadap total kebutuhan energi listrik nasional negara Jerman.

Sangat drastis dan kontras jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2015, dimana kontribusi energi surya dan angin hanya berada pada kisaran dibawah 5% dalam pemenuhan energi listrik dunia.

Pencapaian yang tidak mudah, karena untuk itu Jerman harus membangun:
  • 30.000 unit turbin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dengan kapasitas terpasangnya hampir 60GW,
  • 1,7 juta instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas terpasang 46 GW.


Walau tampak menakjubkan, tapi ada kenyataan yang kurang menyenangkan di balik fakta tersebut yaitu: kapasitas terpasang energi surya dan angin itu hanya 17% saja yang dapat dimanfaatkan.

Sebabnya, apalagi kalau bukan karena sifat alamiah daripada Angin dan Sinar Matahari yang tidak menentu sepanjang hari.

Sebut saja pada tahun 2016, pada tahun itu Jerman mengalami hari-hari buruk bagi PLTB dan PLTS  karena dalam setahun terdapat 52 hari dimana angin tak berhembus dan matahari tak bersinar.  Akibatnya, produksi listrik dari PLTB dan PLTS adalah nihil.

Sempat muncul ide cemerlang, agar suplai listrik tetap stabil, mengapa tidak diupayakan suatu cara sedemikian sehingga surplus listrik pada hari-hari baik bisa digunakan pada kurun hari-hari buruk?

Lantas skenariokan sekiranya dengan membangun Waduk Besar di dataran tinggi, ketika hari-hari baik dimana angin berhembus kencang dan matahari bersinar terang, maka kelebihan listrik yang tak terpakai akan digunakan untuk memompa air dari dataran rendah melawan gaya gravitasi.

Ketika suplai listrik dari PLTS dan PLTB terhenti, maka mulailah turbin tenaga air dimanfaatkan, dengan cara seperti ini maka surplus listrik dari PLTS dan PLTB tidak terbuang percuma, setidaknya 75% listrik dapat dimanfaatan kembali.

Namun hal ini malah menjadi bukti bahwa pada kenyataannya, listrik merupakan komoditas yang sulit dan mahal untuk disimpan.

Waduk baru yang khusus akan dibuat untuk menyimpan surplus listrik dari PLTS dan PLTB ternyata secara ekonomi menjadi tidak layak. Skenario terbaiknya adalah bila Jerman memanfaatkan listrik dari PLTA yang sudah dibangun oleh negara tetangganya yaitu Norwegia dan Swedia. Dimana hanya dibutuhkan sedikit biaya untuk membesar kapasitas bendungan yang sudah ada.

Tapi hal tersebut juga terkendala dengan biaya pembangunan jaringan transmisi baru yang juga khusus dibuat untuk menghubungkan listrik dari PLTA di Norwegia dan Swedia agar dapat dikirim kembali ke Jerman.


Belum lagi perubahan bentang alam akibat dari pembangunan 30,000 turbin angin raksasa, hal yang kemudian membuka mata para aktifis lingkungan bahwa pemanfaatan energi terbarukan tak selamanya berdampak positif bagi lingkungan.

Masyarakat ternyata merasa terganggu dengan adanya kincir angin raksasa disekitar mereka karena selain dari bising dan mengganggu pandangan, kincir angin raksasa itu kadang kala terbakar, baling-balingnya patah dan kemudian berterbangan di angkasa mencari mangsa, serta juga sering ditemukan bangkai burung yang malang akibat mati setelah menghantam baling-baling yang sedang berputar kencang.

Hanya PLTS yang masih memiliki harapan masa depan namun sebatas untuk penggunaan rumah tangga saja, itupun apabila pemerintah terus bersedia untuk membeli sebagian ekses power dari PLTS dalam bentuk subsidi harga. Semua itu adalah ironi yang akan dialami ketika hendak menggantungkan diri sepenuhnya pada energy surya dan angin

Demikian, semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biofuel Alga: Menjanjikan Namun Bisa Bikin Shell dan Chevron Putus Asa

Momok dari Kebijakan Restrukturisasi Harga BBM: Antara Mitos dan Fakta

Terserang Penyakit Mematikan dari Asap Tungku, Memasak dengan Kayu Bakar Masih Terus Merenggut Jutaan Nyawa Manusia