INDUSTRI PUPUK ACEH BERHARAP DARI BLOK A
بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ
Perkembangan sektor industri di Aceh sangat dipengaruhi oleh penemuan cadangan minyak dan gas bumi pada akhir era 1960-an di Lapangan Arun, Lhokseumawe. Kawasan Lhokseumawe dan Aceh Utara pada saat itu dengan cepat bertranformasi menjadi zona industri, ditandai dengan berdirinya:
Perkembangan sektor industri di Aceh sangat dipengaruhi oleh penemuan cadangan minyak dan gas bumi pada akhir era 1960-an di Lapangan Arun, Lhokseumawe. Kawasan Lhokseumawe dan Aceh Utara pada saat itu dengan cepat bertranformasi menjadi zona industri, ditandai dengan berdirinya:
} PT.
Arun Natural Gas Liquefaction, Arun NGL (1974),
} PT.
Aceh Asean Fertilizer, AAF (1981),
} PT.
Pupuk Iskandar Muda, PIM (1982), dan
} PT.
Kertas Kraft Aceh, KKA (1985).
Seiring dengan menipisnya cadangan gas bumi dari WKP Migas yang selama ini
menyediakan bahan baku gas alam ke industri-industri tersebut, muncul semangat
revitalisasi Kawasan Industri Lhokseumawe (KIL) dari masyarakat yang juga
mendapat dukungan dari Pemerintah Pusat dengan Peraturan Presiden No. 26 Tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dimana Pemerintah telah
menetapkan Kawasan Industri Lhokseumawe (KIL) sebagai kawasan strategis
nasional sebagai pendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. Disamping
itu, semangat tersebut tentu saja didukung penuh oleh Pemerintah Aceh dan
Pemerintah Kota Lhokseumawe; diantara upaya-upaya yang telah dilakukan adalah Rehabilitasi
dan Rekontruksi Turbin Gas PT. Arun untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG)
2 x 22 MW, percepatan proyek
recieving terminal LNG, serta penyelenggaraan seminar tingkat nasional pada
akhir tahun 2013 dalam rangka revitalisasi KIL.
Revitaliasasi Kawasan Industri Lhokseumawe dengan berakhirnya produksi
Lapangan Arun dapat berhasil jika terpenuhi salah satu dari 3 (tiga) kondisi
berikut:
1.
Ditemukannya
cadangan gas baru di Aceh
2.
Berhasil
mendatangkan gas dari daerah lain di Indonesia
3.
Impor
gas dari luar negeri
Saat ini, harapan terbesar bagi industri
pupuk Aceh adalah akan berproduksinya lapangan gas Blok A yang sedang
dikerjakan oleh PT. Medo EP Malaka.
Dalam kunjungan kerjanya, Chief Operation
Officier (COO) PT. Medco Energi, Frilia Berlini Yaman, tanggal 18 Oktober 2012
telah bertemu dengan Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah. Pada pertemuan tersebut
Gubernur Aceh menyatakan bahwa proyek regasifikasi PT. PIM dan ARUN NGL sangat
bergantung kepada realisasi produksi gas alam Blok A. Menanggapi hal tersebut,
manajemen PT. Medco Energi berjanji akan tetap memegang komitmennya untuk
mengutamakan konsumsi domestik dari produksi gas alam Blok A; berikut dengan
komitmen pemberdayaan tenaga kerja lokal. Disebutkan pula oleh COO PT. Medco
Energi bahwa khusus pada kegiatan di Blok A, 60% tenaga kerja merupakan putra
daerah yang dalam proses rekrutmen pun telah melibatkan Perguruan Tinggi di
Aceh.
Pada kesempatan yang berbeda yaitu pada
acara Sosialisasi Edukasi Rencana Pengembangan Lapangan Gas Blok A Aceh Timur
tepatnya di Hotel the Pade-Banda Aceh tanggal 13 November 2012, Senior Relation
PT. Medco EP Malaka, Joang Laksono, menyebutkan bahwa saat Cadangan Terbukti
(proven reserve) di Blok A dari 2 (dua) sumur produksi di Alur Siwah dan Alur
Rambong sebesar ± 0.5 TCF ditambah dengan condensat sebesar ± 20 MMBBL.
Jika dibandingkan dengan Lapangan Arun maka ini hanya sekitar 3% dari cadangan migas di lapangan tersebut.
Sejak
perpanjangan kontrak PSC Blok A pada tahun 2011, salah satu keberhasilan
perusahaan adalah menemukan gas pada sumur eksplorasi Matang-1. Pengujian
Drill Stem Test (DST) telah membuktikan cadangan gas di formasi Bampo tersebut.
Sumur
Matang-1 telah dibor sampai kedalaman 7.893 feet TVD dan menemukan gas
di formasi Bampo Atas yaitu target reservoir utama dengan ketebalan sedikitnya 90 feet karena dasar dari kolom gas ini
masih belum diketahui. Dari hasil awal pengujian sumur Matang-1 mampu
mengalirkan gas 25 MMSCFD pada choke 52/64 inci dengan kandungan H2S
yang rendah, kandungan CO2 sekitar
15%.
Produksi gas Blok A dijanjikan akan mengalir ke PT. PIM
sekitar 55 – 110 BBTUD, dan ke PLTG Arun sekitar 5 – 15 BBTUD. Kegiatan
produksi sendiri direncanakan baru akan dimulai pada akhir tahun 2014.
Tentunya hal tersebut menjadi pengharapan
terbesar penduduk Aceh khususnya bagi Pemerintah Kota Lhokseumawe yang sangat
berkeinginan untuk segera mendorong revitalisasi Kawasan Industri Lhokseumawe.
Namun disisi lain, terdapat pula elemen masyarakat yang merasa kurang mendapat bagian dari tetesan berkah industri hulu migas di Aceh.
Sebut saja beberapa kejadian yang
memprihatinkan sebagaimana yang bisa didapatkan
dari rekan-rekan di lapangan selama berjalannya kegiatan pemboran sumur
eksplorasi Matang#1, Blok A:
1.
Pengusiran alat berat dan trailer yang membawa
Casing 30” dari Belawan oleh beberapa oknum tokoh masyarakat dilokasi Matang#1 dan Basecamp Ranto
Peureulak
2.
Penembakan konvoi trailer yang membawa
peralatan Rig MB Century#28 pada saat mobilisasi di Sept 2012 – masuk Koran lokal
3.
Demo anggota “Partai
Aneuk Nanggroe” yg
menuntut handling kebutuhan solar selama kegiatan operasi Matang#1, dan
beberapa kali truck solar sempat dilempar kaca mobilnya. – masuk koran lokal
4.
Pengrusakan Jembatan Simp.Kliet oleh OTK
(status: sudah diperbaiki oleh Team Construction tetapi pelaku pengrusakan
masih belum ditemukan)
5.
Penembakan sporadis sebanyak 7x ke udara yang
dilakukan OTK disekitaran lokasi Matang#1
6.
Pelemparan mobil crew change saat pagi hari
disekitaran daerah Simpang Kliet pada Maret-April 2013
7.
Peledakan bom rakitan dibelakang lap. Baroid
(LMP site) oleh OTK dengan menggunakan Handphone
8.
Penembakan ban mobil/truck konvoi demobilisasi
rig oleh OTK sesaat keluar dari lokasi Matang#1 Penculikan Mr. Malcolm Primrose
- Companyman (Status: sedang pengejaran oleh pihak Mabes Polri, BIN, Resmob
Polda dan Polres, Brimob dan Yonif 111/KB) – Masuk
Koran lokal, nasional dan internasional
Walau
bagaimanapun, diharapkan agar kelangsungan kegiatan usaha hulu migas di Blok A
dapat terus berlanjut sehingga benar-benar akan menyokong industri hilir migas
di Aceh untuk 20 tahun kedepan.
Komentar
Posting Komentar